PDM Kota Bekasi - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Bekasi
.: Home > Berita > Din Syamsudin Jadilah Ulama Robbani

Homepage

Din Syamsudin Jadilah Ulama Robbani

Kamis, 20-03-2014
Dibaca: 1620

BEKASI_PDM KOTA: Prof. DR. Din Syamsudin, terpilih sebagai Ketua Umum Majilis Ulama Indonesia (MUI) menggantikan almarhun KH. Sahal Mahfudz. Jabatan itu tentu  adalah beban yang sangat berat untuk dipikul. Sebab dipundaknya teronggok amanah 210 juta umat Islam Indonesia.

Terpilihnya Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengingatkan kita pada sosok sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Abu Bakar Siddiq, yang seluruh perhatian, kekayaan dan tenaganya dicurahkan untuk Islam.

Ketika Nabi Muhammad wafat, banyak sahabat yang batanya-tanya siapa yang akan menggantikan posisi nabi Muhammad. Tentu tak ada diantara sahabat nabi termasuk Abu Babakar Siddiq yang dapat menggantikan posisi nabi Muhammad Rasulullah,yang bisa dilakukan adalah hanya untuk melanjutkan perjuangan yang telah ditanam oleh Nabi Muhammad SAW.

Saat Abu Bakar Siddiq diangkat jadi khalifah, ungkapan yang pertama ia sampaikan adalah “Jika aku salah, tegur dan perbaikilah, jika aku benar dukunglah”. Tugas sebagai khalifah bukanlah pekerjaan mudah, tapi sungguh tugas yang sangat berat.

Abu Bakar Siddiq sebagai sahabat nabi juga sebagai ulama yang menjadi pewaris para nabi. Sebagai pewaris nabi amanah yang terpikul adalah bagaimana agar Islam tegak di bumi Allah ini.

Itu sebabnya tugas ulama itu tak ringan. Tugas mereka sangat berat, karena jika ulama rusak maka umatpun akan ikut rusak.

Dikalangan umat ada dua posisi ulama. Satu disebut sebagai ulama robbani. Yaitu ulama sebagai pewaris nabi. Fatwanya, ceramahnya, selalu berorientasi pada penegakan syariat Islam. Perilakuknya, akhlaknya selalu mendi contoh dan teladan.

Yang kedua adalah ulama Su’ yaitu ulama yang selalu berada dipintu penguasa. Ia akan mengeluarkan fatwa seluai keinginan penguasa. Ulama  Su’ adalah ulama yang sangat berbahaya terhadap penegakan syariat Islam. Karena ia memiliki otoritas yang diberikan penguasa untuk mengeluarkan fatwa.

Tentu masih banyak diantara kita yang membaca buku-buku pada detik-detik kematian Syaid Qutb, di atas tiang gantungan. Saat  itu Mesir dipimpin rezim Abdul Naser. Kesyahidan Syaid Qutb tak dapat dilepaskan dari Fatwa ulama  Su’ Mesir yang mengeluarkan fatwa kesesatan pemikiran Sayid Qutb dan darahnya halal ditumpahkan.

Pemikiran ulama Su seperti itu masih banyak bergetayangan di bumi Indonesia. Hidupnya, ilmunya, diperuntukkan untuk menyenangkan penguasa. Mengeluatkan fatwa-fatwa yang mendukung keinginan penguasa. Dan memusuhi sesama Islam.

Sebagi ulama  pewaris nabi, MUI jangan terlalu mudah mengeluarkan fatwa. Apalagi fatwa itu hanya untuk memuaskan penguasa. Jika itu terjadi jangan salahkan umat jika tak lagi percaya dan tak patuh terhadap fatwa yang dikelaurkan MUI.

Tapi kita percaya Prof. Din Syamsudin, seorang tokoh yang memiliki wawasan luas, berilmu, serta memiliki hubungan yang luas baik nasional maupun internasional. Ia telah memimpin sejumlah organisasi baik berskala nasional maupun internasional. Ia juga tak kesekedar ulama, tapi juga telah makan asam garam dalam dunia politik dan pemerintahan. Ia pernah menjadi Dirjen di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Meski ia memiliki pergaulan dan ilmu yang luas tapi Din Syamsudin adalah manusia biasa. Ia bukan nabi apalagi Rasul. Sebagai manusia tentu pasti memiliki kelemahan. Kelemahannya itu harus kita tutup diisi dengan hal-hal kebaikan, sedang kebaikan, kemampuan serta kecerdasannya untuk memimpin umat harus kita dukung selama itu untuk penegakan syariat Islam.

Kita tentu berharap terpilihnya Din Syamsudin sebagai Ketua MUI, memberikan warna baru, semangat baru, dan wawasan baru bagi umat Islam. Kita berharap MUI yang selama ini lebih dekat dengan punguasa dan sering mengakomodir kehendak penguasa, ditangan Din Syamsudin diharapkan lebih berani mengatakan yang benar itu benar yang salah itu salah. Dan siap untuk mengekakan syariat Islam.

Sebab rasanya aneh, jika ada ulama yang alergi dengan penegakan syariat Islam. Takut untuk mengatakan yang benar itu benar yang salah itu salah. “Sikap keberanian yang mengatakan  yang salah itu salah dan yang benar itu benar sudah ditunjukan ketua MUI pertama yaitu  Buya Hamka, saat itu ia bersiteru dengan Menteri Agama Alamsyah Ratuperwiranegara soal haramnya bagi umat Islam merayakan hari natal bagi umat Islam.

Saat itu buya Hamka tahu persis jika ia menuruti keinginan penguasa untuk menarik fatwa MUI tentang haramnya bagi umat Islam merayakan natal, ia akan tetap menjadi ketua MUI dan akan menerima fasilitas kemewahan sama dengan yang diterima para menteri. Tapi buya Hamka lebih memilih menegakkan kebenaran ketimbang kemewahan dan harus mundur dari ketu MUI dengan segala fasilitas kemewahan.

Mudah-mudahan sikap itu menjadi acuan bagi Prof. Din Syamsudin untuk memimpin MUI ke depan. Jadilah sebagai seorang ulama Robbani dan tinggalkan ulama Su. Semoga Allah memberi kekuatan dan petunjuk bagi para ulama  sebagaai pewaris nabi. ***

Redaktur   : Imran Nasution


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website